Era Reformasi dan Korupsi
Korupsi di Indonesia sudah sangat memperhatinkan. Tindih-menindih muncul ke permukaan. Padahal, sebagai bangsa kita telah memasuki tahun ke sembilan era-reformasi, era pemberantasan KKN. Akan tetapi yang terjadi sebaliknya. Korupsi dikatakan sudah membudaya.
Political and Ecinomic Risk Consultancy (PERC) menempatkan Indonesia sebagai Negara terkorup di Asia dan peringkat 10 besar dunia. Korupsi berjamaah di lakukan di banyak tempat. Dana bantuan untuk korban bencana pun disikat. “Bukan hal yang aneh bila ada selimut korban banjir yang bertebaran di pasar senen”, kata Anwar Nasution, Ketua BPK.
Korupsi telah menjadi perangkap bagi aparat dan masyarakat, “mau tidak mau” harus ?bekerja sama? dalam korupsi. Masyarakat membutuhkan pelayanan cepat dan bermutu, aparat membutuhkan uang.
Penanganan korupsi tidak pula membawa efek jera, tetapi melukai rasa keadilan. Koruptor kelas kakap dibebaskan sementara pencuri kelas teri, ?dihukum dulu? dalam amukan massa baru di serahkan kepada pihak berwajib. Mengapa demikian?
Pertama lemahnya penegakkan hukum. Hukum kita dipengaruhi sistem sekuler. Sumber pokok hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) berasal dari hukum perdata Perancis, Code Napoleon (1811-1838). KUHP merupakan copy-an dari KUHP untuk golongan Eropa (1867), dan untuk KUHP untuk golongan Eropa juga merupakan copy-an dari Code Penal, yaitu Hukum Pidana di Prancis zaman Napoleon (1811) dan hukum yang menanganinya juga lemah.
Kedua para penegak hukum lemah. Hal ini paling mengherankan. Pemberantasan korupsi justru sering mandeg di tangan para penegak hukum atau instansi dan institusi penegak hukum.
Untuk itu, mari kita simak, solusi Islam dalam memberantas korupsi: Pertama, pemberian gaji yang layak. Para pejabat juga manusia biasa. Rasululllah bersabda: Siapa pun yang menjadi pegawai kami, dan hendaklah mengambil seorang istri, jika tidak memiliki seorang pelayan, hendaklah mengambil seorang pelayan, jika tidak mempunyai tempat tinggal, hendaklah mengambil rumah (HR Abu Dawud).
Kedua, larangan hadiah. Rasululllah: Siapa saja yang kami (negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaaan dan kepadanya telah kami berikan rezeki (upah gaji), maka apa yang diambil olehnya selain dari dari (upah/gaji itu adalah ghulul kecurangan (HR Abu Dawud).
Ketiga, Perhitungan kekayaan. Hal ini untuk menghindari kecurangan, dan perhitungan ini dilakukan pada awal dan akhir jabatan.
Keempat, penyederhanaan birokrasi. Birokrasi yang berbelit dan tidak rasional membuka peluang korupsi. Rasululllah bersabda: Sesunguhnya celakanya umat-umat sebelum kalian karena jika orang mulia mereka mencuri, mereka mebiarkannya; jika orang lemah mencuri, mereka menerapkan hukuman atasnya.(HR at-Tarmidzi).
Kelima, keteladan pemimpin. Contoh, khalifah Umar bin Abdul azis pernah mematikan lampu tak kala anaknya datang menemuinya karena yang di bicarakan adalah urusan pribadi.
Keenam, pengawasan masyarakat. Masyarakat perlu kritis agar menjadi pengontrol.
Selain itu, Islam mempunyai dua cara yaitu (1) Memberlakukan hukuman yang setimpal (2) Mengangkat para penegak hukum yang adil dan tegas dan beribawa atas dasar ketakwaan kepada Allah swt. Allah berfirman: Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin (TQS al -Maidah[5]:50).
Jadi selayaknya kita bisa berfikir bahwa hukum saat ini tidak bisa menanggani kasus problematika yang namanya korupsi.
http://veramartini.wordpress.com/2007/08/09/era-reformasi-dan-korupsi/
Halo, saya Yudha dari ForexMart, kami tertarik untuk bekerja sama dengan anda, boleh tau apa anda ada kemungkinan untuk itu? Jika ada anda bisa menghubungi saya kembali agar saya bisa menjelaskan perihal detailnya kepada anda. Terimakasih
BalasHapus